14 June 2009

Andaikan Ilmu Falaq yang Melampaui Hayal itu Diajarkan

Andaikan Ilmu Falaq yang Melampaui Hayal itu Diajarkan

Alkisah, seorang santri yang ahli ilmu falaq (astronomi) sedang
menghitung-hitung kapankan lampu pertomak yang ada di depannya pecah. Orang
Jawa menyebut lampu itu oplek atau templek. Selama ini lampu yang
menggunakan sumbu dan minyak kelapa itu selalu menemaninya begadang sampai
larut malam, bahkan sampai pagi. Ia selalu mencorat-coret kertas menyusun
angka-angka, meramalkan sesuatu yang bakal terjadi. Saking asyiknya
berhitung, istri dan anak-anaknya pun kadang tidak dihiraukannya.

Suatu siang, ia sengaja menaruh lampu petromak di atas meja di pelataran
rumahnya. Berdasarkan perhitungannya, siang itu, tepat pukul 13:23:33 (jam
satu siang lewat 23 menit 33 detik) lampu petromaknya akan pecah.

Maka tibalah detik-detik yang diantikannya. Duapuluh tujuh…duapuluh
delapan..duapuluh sembilan…tigapuluh … tiba tiba istrinya menghampirinya dan
langsung marah-marah, "dasar suami malas. Siang-siang begini masih molor…."
Kemudian ia melempar lampu petromak yang ada di hadapan suaminya hinggap
pecah tepat pada detik ke-33.

Kisah ini diceritakan oleh Pak Samudi, dosen ilmu falak di fakultas Syariah
Institut agama Islam Tribakti, Kediri, masih dalam naungan Pondok Pesantren
Lirboyo. Pak Samudi sekadar memberikan gambaran betapa hebatnya ilmu falak
yang dimiliki oleh ulama-ulama terdahulu.

Ada lagi cerita. Seorang ahli falak yang lain menghitung kapankah seekor
burung di dalam kurungannya akan mati. Sampailah ia menemukan angka yang
diinginkannya. Berdasarkan perhitunggannya burung itu akan mati pada Senin
tiga bulan depan pukul 05:13:18. Singkat cerita sampailah ia pada detik
detik yang menegangkan. Namun pada pukul 05.10 menit 3 detik, tiba-tiba
arloji yang ada ditangannya berhenti, sementra arloji itulah satu-satunya
penunjuk waktu yang ia punya, lagi pula sudah dicocokkan dengan
hitunggan-hitunggannya.

Ahli falaq tadi bimbang apakah memilih membetulkan arlojinya ataukah terus
mengamati burung dalam kurungan di depannya. Ia panik dan mondar-mandir
kesana kemari. Kalau ia membetulkan arloji berarti ia kehilangan sesuatu
yang telah ditunggunya selama tiga bulan. Jika mengamati burungnya,
bagaimana dia tahu kapan pukul 05:13:18. Ia terus mondar-mandir. Ia akhirnya
menentukan pilihan yakni tetap mengamati burungnya dengan menggunakan
tepukan tangan atau detak jantungnya sebagai pengganti detak jam. Tapi
apakah benar-benar perkiraan ini cocok. Dia ragu dan kembali mondar-mandir.
Tampa sadar ia tersandung sesuatu dan jatuh menimpa kurungan burungnya. Ia
pingsan dan burungnya mati tepat pada pukul 05:13:18.

Demikianlah. Entah cerita tadi benar-benar serius atau hanya mitos. Atau
kadang mitos itu adalah cara orang-orang dulu untuk mengungkapkan realitas
yang telah lama sekali terjadi? Entahlah. Yang pasti, Pak Samudi mengatakan
bahwa ramalan-ramalan tadi sengaja dihilangkan dari disiplin ilmu falaq
karena para ulama terdahulu khawatir para santri akan membocorkan beberapa
taqdir Tuhan, misalnya dengan meramalkan kematian seseorang, dan ini
brbahaya bagi ketauhidan seseorang.

Nah, yang terakhir ini pendapat pribadi. Sekarang ini, kita terutama
kalangan pesantren hanya bisa berhayal bangga seharusnya para ahli ilmu
falaqlah yang lebih dulu naik ke bulan. Nyatanya, ilmu falaq yang dulu
begitu-itu, sekarang ini hanya berfungsi untuk menghitung kapankan datang
dan perginya bulan Ramadlan dan Syawal. Ini pun selalu berbenturan dengan
kecenderungan para kiai yang selalu berpegang teguh pada ketentuan lama
bahwa kepastian Ramadlan dan Syawal itu harus dengan melihat bulan secara
langsung. Ada juga yang sampai tidak bersedia memakai alat modern, namun
melihat bulan dengan mata kepala.

Mungkinkan ilmu falaq dikembangkan secara modern dan lebih canggih lagi?
Sehingga tidak sekedar berfungsi untuk menentukan Ramadlan dan Syawal, atau
membikin jadwal waktu sholat. Adakah pembaca lebih tahu soal ilmu falaq
ini?

di ambil darisari kata.com


0 comment:

Post a Comment

Gunakan kalimat yang sopan dan tidak mengandung unsur Pornografi dan SARA.
use polite words and not racist
Porn and racist are crime